Ns. Dewi Ratna Sari, SKep |
RINGKASAN EKSEKUTIF
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) telah telah menyatakan menyatakan adanya kejadian pandemi covid-19 dan Indonesia juga telah menetapakan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO mengumumkan bahwa COVID-19 menjadi pandemi di dunia.
Pemerintah indonesia pada tanggal 31
Maret 2020 telah menetapkan covid 19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat
melalui Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2020, dan di susul dengan Keputusan
Presiden No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona
Virus Disease 2019 (Covid 19) sebagai bencana nasional pada tanggal 13 April
2020. (Keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan, 2020)
Tingginya kasus infeksi dan kematian
akibat Covid-19 menyebabkan masyarakat takut untuk berkunjung ke rumah sakit,
karena rumah sakit dianggap sebagai episentrum penyebaran Covid-19. Semua rumah
sakit dituntut untuk siap dan mampu memberikan pelayanan bagi semua penderita
covid 19 yang datang ke rumah sakit. Bahwa rumah sakit sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan bagi penanganan Corana Virus Disease 2019 (covid
19) perlu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara berencana dan
berkelanjutan sesuai standar.
Ketakutan masyarakat akan risiko
tertularnya virus covid 19, harus mampu diantisipasi oleh semua rumah sakit
dimasa pandemi ini. Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator manajemen
mutu dalam institusi pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien berhubungan dengan
banyak hal, baik secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari infeksi
nosokomial, jumlah hari perawatan, biaya perawatan, sampai kepuasan pasien.
Terjaminnya keselamatan pasien di sebuah pelayanan kesehatan, akan berdampak
pada minimnya penularan infeksi nosokomial. Minimnya kejadian infeksi
nosokomial, maka jumlah hari dan biaya perawatan juga akan berkurang. Jumlah
hari perawatan yang wajar dan biaya perawatan yang terjangkau, akan memberikan
nilai baik pada kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan yang diberikan oleh
institusi pelayanan kesehatan tersebut (WHO, 2005). ` Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2014
tentang Keperawatan, Pasal 29 menyatakan beberapa tugas perawat adalah sebagai
pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi pasien, serta sebagai
pengelola pelayanan keperawatan. Perawat, sebagai profesi dengan jumlah
terbesar dalam pelayanan kesehatan dituntut untuk mampu memberikan asuhan
keperawatan yang aman dan berkualitas termasuk dimasa pandemi Covid-19.
Salah satu solusi untuk menjawab
kekhawatiran masyarakat terhadap resiko penularan Covid- 19 di pelayanan
kesehatan adalah dengan pemanfaatan teknologi dan informasi dalam pelayanan Kesehatan.
Menurut definisi dari WHO, tele-medicine juga dikenal sebagai tele-health
merupakan pengiriman layanan perawatan kesehatan dengan mempertimbangkan jarak
dan menggunakan teknologi informasi serta komunikasi, meliputi: pertukaran
informasi diagnosis, pengobatan dan pencegahan penyakit dan cedera, penelitian
dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan. Karena
Indonesia merupakan negara kepulauan dan masih terdapat pulau-pulau kecil, maka
dikeluarkanlah Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Peraturan pemerintah ini dikeluarkan guna memfasilitasi rumah sakit terpencil
yang membutuhkan pelayanan yang tidak tersedia di RS nya sehingga dapat merujuk
secara online ke rumah sakit yang memiliki pelayanan lebih lengkap. Dimana hal
ini seiring dengan salah satu tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
pemerataan pelayanan kesehatan ke seluruh di Indonesia (Kemenkes, 2015).
Layanan kesehatan khususnya
keperawatan jarak jauh dengan menggunakan media teknologi informatika
memberikan kemudahan bagi masyarakat. Selain itu juga dikatakan bahwa dengan
semakin berkembangnya penggunaan internet dan diikuti pula dengan perkembangan
dalam dunia kesehatan dan keperawatan sehingga telemedicine, telehealth
dan telenursing menjadi alternatif dalam memberikan pelayanan kesehatan
dan keperawatan (McLean et al, 2013).
Scotia (2017) berpendapat bahwa teknologi
yang dapat digunakan dalam tele-nursing sangat bervariasi meliputi:
telepon, personal digital assistants, smartphone, mesin faksimili, tablet,
komputer, internet, video dan audio conferencing dan system informasi computer.
Tele-nursing juga melibatkan proses pemberian pendidikan kesehatan kepada
klien, serta adanya sistem rujukan. Selain itu tele-nursing juga tetap
mengharuskan adanya hubungan terapeutik antara perawat dan klien, dalam tele-nursing
hubungan tersebut dapat terbina melalui penggunaan telepon, internet atau alat
komunikasi yang lainnya.
Menurut Asiri (2016), terdapat
sedikit perubahan dalam pemberian asuhan keperawatan melalui tele-nursing
tetapi hal tersebut tidak merubah prinsip pemberian asuhan keperawatan secara
fundamental. Sedangkan menurut Sanderson (2018), seorang perawat yang melakukan
tele-nursing tetap menggunakan proses keperawatan untuk mengkaji,
merencanakan, mengimplementasikan, mengevaluasi dan mendokumentasikan asuhan
keperawatan.
Optimalisasi peran perawat sengan penyelenggaraan praktik tele-nursing memungkinkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien tanpa mengharuskan perawat bertemu langsung dengan pasien sehingga dapat mengurangi penyebaran Covid-19 dari perawat ke pasien, ataupun sebaliknya. Selain itu memungkinkan keterbatasan biaya yang dimiliki oleh masyarakat, namun masyarakat tetap dapat memperoleh pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
TANTANGAN YANG DIHADAPI
Sesuai dengan amanat undang-undang,
Pemerintah dalam upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan wajib dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat (UU No. 36 Tahun
2009).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.
20 tahun 2019, pasal 9 ayat 1c dikatakan bahwa sumber daya manusia
penyelenggara pelayanan tele-medicine salah satunya adalah tenaga
kesehatan lain. Namun pada kenyataannnya dalam peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah yaitu Surat Edaran Menteri
Kesehatan Nomor HK 02.01/Menkes/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), belum memperhatikan dalam
pemberian kewenangan terhadap profesi professional lainnya seperti Perawat.
Dimana perawat melalui perannya dapat turut serta dalam memaksimalkan pelayanan
kepada pasien di masa pandemi Covid-19.
Guna memenuhi kebutuhan
masyarakat akan kesehatan, dimana permasalahan kesehatan pasien tidak hanya
selalu pada tahapan kuratif. Disini diperlukan sebuah pemikiran
bagaimana rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan bagi pasien melalui
tenaga kesehatan professionalnya,
diharapkan dapat tetap memberikan pelayanan kesehatan dimasa Pandemi Covid-19. Khususnya
perawatan berkelanjutan bagi pasien selama di rumah yang belum mendapat
perhatian termasuk pasien pasca perawatan Covid-19.
Harapan masyarakat dan pasien disaat
pandemi covid-19 ini adalah adanya keterlibatan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit paska pasien dirawat, tanpa harus terbatas pada risiko
penularan Covid-19. Penerapan tele-nursing merupakan tantangan dalam
memberikan pelayanan keperawatan berkelanjutan selama pasien di rumah, sehingga
akan meningkatkan kepuasan pasien dan peningkatan parstisipasi aktif keluarga.
Asuhan keperawatan jarak jauh
diperlukan kebijakan umum dari pemerintah untuk mengatur praktek, standar
operasional prosedur (SPO), etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan
pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan tele-nursing membutuhkan
integrasi antara startegi dan kebijakan untuk mengembangkan praktek
keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan
serta pelatihan keperawatan (Jensen, 2011).
Tantangan utama dalam penyelengaraan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah bagaimana perawat berperan penting
untuk mendukung tim medis dalam mengontrol penyakit, kebutuhan dalam edukasi
kesehatan, memberikan dukungan dan saran serta mengidentifikasi pelayanan
terbaik untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien dan keluarga melalui tele-nursing.
Penerapan tele-nursing memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan
akses keperawatan, menekan biaya dan meningkatkan hasil akhir dari perawatan
kesehatan.
Beberapa tuntutan ini merupakan isu
strategis yang harus segera direspon dengan pembuatan kebijakan publik agar
tidak menjadi usaha peningkatan kualitas kesehatan nasional Indonesia hingga
keseluruh daerah terpencil.
ALTERNATIF PILIHAN KEBIJAKAN
Untuk menjawab tantangan tersebut
maka diperlukan adanya kebijakan publik terkait mengoptimalisasi tele-medicine
atau tele-health melalui peran perawat dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat dengan tele-nursing. Alternatif kebijakan dapat berupa
:
1. Membuat
peraturan tambahan dari Surat Edaran yang telah dikeluarkan oleh Menteri
Kesehatan SE Menteri Kesehatan Nomor HK
02.01/Menkes/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang secara khusus mengatur
tentang penyelenggaraan pelayanan keperawatan secara online atau disebut tele-nursing
di semua pelayanan kesehatan dimasa pandemi ini. Penyelenggaraan pelayanan
ini mengacu kepada pelaksanaan peran perawat sesuai dengan kewenangan perawat.
2. Dikembangkannya
aturan standar dari organisasi profesi (PPNI) terkait lingkup kewenangan
perawat dalam memberikan pelayanan dengan pemanfaatan tehnologi dan informasi
atau tele-health dimasa pandemic. Standar dari organisasi profesi PPNI
terkait aspek legal, kode etik, protokol dan panduan tele-nursing yang
perlu diatur secara terperinci agar menjamin pelayanan keperawatan berbasis
tehnologi. Sehingga pelayanan tele-nursing yang diberikan oleh perawat
kepada pasien terjadi interaksi secara profesional dengan dipayungi oleh
peraturan yang jelas. Peraturan yang perlu diatur secara jelas dalam praktik
tele-nursing antara lain adalah siapakah perawat yang berwenang
memberikan pelayanan melalui tele-nursing, lingkup tindakan keperawatan
apa yang dapat dilakukan melalui tele-nursing, bagaimana bentuk
pendokumentasian asuhan dalam melakukan proses tele-nursing dan SPO
pelaksanaan tele-nursing. Seperti halnya peraturan yang telah
dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Nomor 74 Tahun 2020 tentang
Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran melalui Tele-medicine pada masa
pandemi Covid-19 di Indonesia untuk menjadi acuan bagi tenaga medis dalam
praktek pelayanan tele-medicine di fasilitas pelayanan kesehatan.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ALTERNATIF KEBIJAKAN
Alternatif pilihan kebijakan pertama
adalah membuat peraturan turunan atau aturan tambahan dari Surat Edaran Nomor
HK 02.01/Menkes/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Peraturan yang dikeluarkan melalui surat edaran
tersebut hanya lebih kepada pelayanan kuratif atau pengobatan, dengan
adanya alternatif turunan dari kebijakan ini tentu memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Adapun kelebihannya adalah menjadi tersedianya regulasi yang adekuat
untuk fasilitas pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan tele-health menjadi
lebih lengkap karena semua Profesional Pemberi Asuhan (PPA) diharapkan dapat
terlibat secara maksimal memberikan pelayanan kesehatan menggunakan tehnologi
informasi, terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan kesehatan yang mana permasalahan
kesehatan pasien tidak hanya selalu pada tahapan kuratif, memiliki
potensi yang besar untuk meningkatkan akses keperawatan, menekan biaya dan
meningkatkan hasil akhir dari perawatan kesehatan berkelanjutan.
Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Ghoulami-Shilsari & Esmaeilpour Bandboni (2019) bahwa
tele-nursing dalam asuhan keperawatan pasien memiliki manfaat memberikan
pendidikan kesehatan dan mengubah perilaku kesehatan pasien, menguatkan dan
mendukung pasien dalam proses pembuatan keputusan terhadap program perencanaan
perawatan pasien yang akan dilakukan sehingga dapat meningkatkan hasil dari
intervensi yang telah dilakukan serta menurunkan komplikasi terhadap penyakit
kronik yang diderita, memberikan dukungan kepada pasien dalam menghadapi
masalah-masalah yang berkaitan dengan penyakit kronik yang diderita seperti
kelemahan, ketidakmampuan fisik, kecemasan yang menetap, ketidakpuasan terhadap
kondisi yang dialami, ketakutan akan kematian, dan periode kekambuhan penyakit
yang sering; serta lebih ekonomis karena memangkas waktu dan biaya yang
dikeluarkan jika pasien atau perawat harus bertemu secara langsung.
Selain kelebihan, terdapat kekurangan
dari alternatif kebijakan yang diusulkan. Kekurangan yang dapat dimungkinkan
timbul adalah menimbulkan dilema secara legal etik dalam praktik tele-nursing
ketika dapat dilaksanakan. Dilema legal etik tersebut yaitu ketika perawat
memutuskan masalah kesehatan yang terjadi pada pasien, tanpa melakukan
pengkajian fisik secara langsung ke pasien. Hal ini dapat berdampak pada kesalahan
perawat dalam menegakkan masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan,
sehingga perawat dapat mengalami ketidaktepatan dalam membuat rencana tindakan
dan melakukannya melalui tele-nursing. Dengan demikian yang menjadi
harapan pasien dan tujuan asuhan keperawatan tidak dapat tercapai.
REKOMENDASI
Usulan rekomendasi ini ditujukkan
kepada lembaga terkait yaitu Kementerian Kesehatan dan PPNI, adalah:
- Melakukan kajian
lanjutan dari Peraturan Menteri
Kesehatan dan Surat Edaran Menteri Kesehatan yang sudah ada terkait
pelaksanaan atau implementasi dari tele-medicine atau tele-health
yang hanya menyoroti aspek pelayanan kuratif.
- Melibatkan semua
pihak untuk berkoordinasi, baik pemerintah, organisasi profesi, akademisi,
dan perwakilan perawat secara independen dalam pembuatan kebijakan public.
- Dibuatnya kebijakan
publik yang mengatur tentang aspek legalitas kewenangan profesi perawat
dalam keterlibatannya untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat
melalui tele-nursing, agar mengoptimalisasi secara aplikatif di
mengenai pelayanan tele-medicine atau tele-health di
lapangan di masa pandemic Covid-19.
- Dari organisasi
profesi (PPNI) mengembangkan lebih lanjut mengenai lingkup kewenangan
perawat, jenis pelayanan keperawatan, pendokumentasian keperawatan serta
aspek legal etik.
- Membuat turunan dari Peraturan Menteri Kesehatan atau Surat edaran Menteri Kesehatan khususnya terkait implementasi optimalisasi peran perawat melalui pelayanan tele-nursing sebagai pelengkap pelayanan tele-medicine atau tele-health yang sudah banyak berlangsung di pelayanan kesehatan dimasa pandemi Covid-19 di Indonesia.
Rekomendasi dan alternatif kebijakan
yang diajukkan diharapkan mampu mengatasi masalah kurang mengoptimalisasi
pelayanan tele-medicine atau tele-health dengan melibatkan peran
perawat sebagai salah satu tenaga professional pemberi asuhan (PPA) melalui
pelayanan tele-nursing. Dengan harapan dapat membatu kebutuhan
masyarakat di masa pandemi Covid-19 yang mengalami kekhawatiran untuk
mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan dari risiko paparan dari virus
Covid-19.
DAFTAR PUSAKA
Asiri,
H., & Househ, M. (2016). The Impact of Telenursing on Nursing Practice and
Education : A Systematic Literature Review, 105–109. https://doi.org/10.3233/978-1-61499-664-4-105
Ghoulami-Shilsari,
F., & Esmaeilpour Bandboni, M. (2019). Tele-Nursing in Chronic Disease
Care: A Systematic Review. Jundishapur Journal of Chronic Disease Care, In
Press(In Press). https://doi.org/10.5812/jjcdc.84379
Jensen,
B. T., Kristensen, S. A., Christensen, S. V., & Borre, M. (2011). Efficacy
of telenursing consultations in rehabilitation after radical prostatectomy: a
randomized controlled trial study. International Journal of Urological Nursing,
5(3), 123-130.
Keputusan
Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan. (2020). Nomor HK. 02.02/I/4405/2020
tentang Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Kesiapan RS Pada Masa Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19).
Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI). (2020). Peraturan Nomor 74 Tahun 2020 tentang
Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran melalui Telemedicine pada masa pandemi
COVID 19 di Indonesia.
Kementrian
Kesehatan RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 97 Tahun 2015. http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-lain/PMK-No-97-Th
2015-ttg-Peta-Jalan-Sistem-Informasi-Kesehatan-Tahun-2015-2019.pdf
Kementrian
Kesehatan RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan
McLean,
S., Sheikh, A., Cresswell, K., Nurmatov, U., Mukherjee, M., Hemmi, A., &
Pagliari, C. (2013). The impact of telehealthcare on the quality and safety of
care: A systematic overview. PLoS ONE, 8(8).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0071238
Pemerintah
Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun
2014 tentang Keperawatan.
Pemerintah
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 36 tahun
2009 tentang Kesehatan.
Surat
Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Nomor HK.02.01/Menkes/303/2020
Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan
Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19)
Sanderson, B. A. (2018). The satisfactions of telenursing,
24(7), 32–34.
Scotia,
T. n. J. o. T. a. T.-D. m. w. e. c. t. O. (2017). Telehealth nursing. Journal
of Telemedicine and Telecare;10:239-244, 10:239-244.
Penulis: Ns. Dewi Ratna Sari, SKep